Nilai-Nilai SubKebudayaan yang Menyimpang
Nilai-Nilai SubKebudayaan yang Menyimpang - Perilaku menyimpang terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang, yaitu suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan atau umum.
Oleh karena itu, hasil dari sosialisasi ini adalah perilaku yang menyimpang dari masyarakat pada umumnya.
Menurut Robert K. Merton (1959), di antara segenap unsur-unsur sosial dan budaya, terdapat dua unsur yang terpenting.
Dua unsur terpenting itu adalah kerangka aspirasi-aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur kegiatan-kegiatan untuk mencapai aspirasi-aspirasi tersebut.
Dengan kata lain, ada nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian daripada konsepsi-konsepsi abstrak, yang hidup dalam alam pikiran dari warga masyarakat.
Konsepsi-konsepsi abstrak tersebut yaitu tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, serta kaidah-kaidah yang mengatur kegiatan manusia untuk mencapai cita-cita.
Nilai sosial budaya tadi berfungsi sebagai pedoman dan pendorong perilaku manusia di dalam hidupnya.
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara nilai sosial budaya dengan kaidah-kaidah, atau tidak ada keselarasan antara aspirasi-aspirasi dengan saluran-saluran yang tujuannya mencapai cita-cita, maka terjadilah kelakuan-kelakuan (perilaku) yang menyimpang.
Jadi, kelakuan-kelakuan yang menyimpang akan terjadi, apabila manusia mempunyai kecenderungan untuk lebih mementingkan suatu nilai sosial budaya, daripada kaidah-kaidah yang ada untuk mencapai cita-cita.
Sebagai contohnya, masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh, masalah etika dan estetika kurang diperhatikan, sehingga berkata-kata kotor, membuang sampah sembarangan adalah hal biasa yang merupakan nilai sosial budaya.
Namun, bagi masyarakat umum, dianggap sebagai perilaku yang melanggar kaidah-kaidah yang ada.
Kehidupan anak jalanan identik dengan kehidupan yang bebas tanpa aturan. Tidak jarang perilaku yang ada hanyalah perilaku menyimpang di mata masyarakat umum. Namun, tidak bagi komunitas mereka.
Mengapa demikian? Anak-anak jalanan memainkan peran yang selama ini dijalankan oleh kaum dewasa yang ada di sekitarnya, seperti meneguk minumn k*ras, ngpil, j*di, serta menggemari free se*. Kebiasaan-kebiasaan yang dianggap tidak cocok untuk dilakukan oleh anak justru dianggap mampu membuat mereka merasa tumbuh dewasa dan menjadi jantan.
Inilah fenomena sosial yang terjadi, budaya atau kebiasaan secara tidak langsung menjadikan anak-anak jalanan berperilaku menyimpang.
Demikianlah uraian materi ips sosiologi tentang - Nilai-Nilai SubKebudayaan yang Menyimpang, semoga dapat dipahami dan jangan lupa untuk berbagi agar materi ini lebih bermanfaat. Terima kasih.
Oleh karena itu, hasil dari sosialisasi ini adalah perilaku yang menyimpang dari masyarakat pada umumnya.
Menurut Robert K. Merton (1959), di antara segenap unsur-unsur sosial dan budaya, terdapat dua unsur yang terpenting.
Dua unsur terpenting itu adalah kerangka aspirasi-aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur kegiatan-kegiatan untuk mencapai aspirasi-aspirasi tersebut.
Dengan kata lain, ada nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian daripada konsepsi-konsepsi abstrak, yang hidup dalam alam pikiran dari warga masyarakat.
Konsepsi-konsepsi abstrak tersebut yaitu tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, serta kaidah-kaidah yang mengatur kegiatan manusia untuk mencapai cita-cita.
Nilai sosial budaya tadi berfungsi sebagai pedoman dan pendorong perilaku manusia di dalam hidupnya.
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara nilai sosial budaya dengan kaidah-kaidah, atau tidak ada keselarasan antara aspirasi-aspirasi dengan saluran-saluran yang tujuannya mencapai cita-cita, maka terjadilah kelakuan-kelakuan (perilaku) yang menyimpang.
Jadi, kelakuan-kelakuan yang menyimpang akan terjadi, apabila manusia mempunyai kecenderungan untuk lebih mementingkan suatu nilai sosial budaya, daripada kaidah-kaidah yang ada untuk mencapai cita-cita.
Sebagai contohnya, masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh, masalah etika dan estetika kurang diperhatikan, sehingga berkata-kata kotor, membuang sampah sembarangan adalah hal biasa yang merupakan nilai sosial budaya.
Namun, bagi masyarakat umum, dianggap sebagai perilaku yang melanggar kaidah-kaidah yang ada.
Kehidupan anak jalanan identik dengan kehidupan yang bebas tanpa aturan. Tidak jarang perilaku yang ada hanyalah perilaku menyimpang di mata masyarakat umum. Namun, tidak bagi komunitas mereka.
Mengapa demikian? Anak-anak jalanan memainkan peran yang selama ini dijalankan oleh kaum dewasa yang ada di sekitarnya, seperti meneguk minumn k*ras, ngpil, j*di, serta menggemari free se*. Kebiasaan-kebiasaan yang dianggap tidak cocok untuk dilakukan oleh anak justru dianggap mampu membuat mereka merasa tumbuh dewasa dan menjadi jantan.
Inilah fenomena sosial yang terjadi, budaya atau kebiasaan secara tidak langsung menjadikan anak-anak jalanan berperilaku menyimpang.
Demikianlah uraian materi ips sosiologi tentang - Nilai-Nilai SubKebudayaan yang Menyimpang, semoga dapat dipahami dan jangan lupa untuk berbagi agar materi ini lebih bermanfaat. Terima kasih.