Tingkat Kesuburan Tanah
Tingkat Kesuburan Tanah - Kesuburan merupakan faktor yang sangat penting dalam upaya mengoptimalkan sumber daya lapisan tanah, khususnya bagi sektor agraris (pertanian dan perkebunan). Beberapa komponen yang berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah antara lain warna, tekstur, struktur, keasaman, bahan organik dan mineral hara, serta kandungan air tanah.
a. Warna Tanah
Salah satu sifat fisik yang dapat kita amati dan relatif tidak terlalu sulit untuk membedakan tingkat kesuburan tanah adalah warna.
Pada umumnya, tanah-tanah yang berwarna gelap (cokelat kehitam-hitaman) memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang berwarna terang atau pucat.
Secara umum, perbedaan warna tanah sangat dipengaruhi oleh empat bahan penting yang terkandung dalam partikel tanah, yaitu sebagai berikut.
1) Persenyawaan besi (Fe) dalam tanah mengakibatkan warna tanah bervariasi, antara lain merah, merah kecokelatan, merah kekuning-kuningan, kuning, bahkan sampai kelabu.
2) Kuarsa dan feldspar mengakibatkan warna tanah menjadi terang atau pucat. Selain kandungan mineral tersebut, faktor lain yang mengakibatkan warna tanah menjadi pucat adalah adanya proses pencucian di daerah horizon A oleh air hujan yang kemudian diendapkan di horizon B.
3) Persenyawaan mangan (Mn) mengakibatkan adanya bercak- bercak pada tubuh tanah terutama pada lapisan B.
4) Bahan-bahan organik menyebabkan warna tanah menjadi gelap.
b. Keasaman Tanah
Faktor kedua yang berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah adalah derajat keasaman atau pH tanah. Tinggi-rendahnya keasaman tanah sangat bergantung pada kepekatan ion Hidrogen (H+) dan Hidroksil (OH-).
Tanah yang perbandingan ion hidrogennya lebih banyak dibandingkan ion hidroksil dikatakan bersifat asam. Sebaliknya, jika ion hidroksilnya lebih tinggi dibandingkan dengan ion hidrogen, tanah bersifat basa atau alkalis.
Untuk menentukan kepekatan ion hidrogen ini umumnya digunakan parameter pH yang nilainya berkisar antara 0 sampai 14. Jika nilai pH tanah kurang dari 7, tanah bersifat asam, sedangkan jika lebih dari 7, bersifat basa. Tabel 3.3 merupakan ukuran baku untuk menentukan pH tanah.
Daftar Derajat Keasaman Tanah:
pH 4,0 - 4,4 = Kondisi Tanah Asam sangat kuat
pH 4,5 - 5,4 = Kondisi Tanah Asam kuat
pH 5,5 - 6,4 = Kondisi Tanah Asam sedang
pH 6,5 - 6,6 = Kondisi Tanah Agak asam
pH 6,7 - 7,0 = Kondisi Tanah Netral
pH 7,1 - 7,9 = Kondisi Tanah Agak basa
pH 8,0 - 8,9 = Kondisi Tanah Basa
pH 9 lebih = Kondisi Tanah Sangat basa
(Sumber: http://www.dlwc.nsw.gov)
pH tanah dapat diketahui dengan menambahkan larutan kimia disebut indikator yang dimasukkan ke dalam sampel tanah. Indikator tersebut akan berubah warna, menunjukkan pH tanah
yang diuji.
Tanah yang paling baik untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian adalah yang sifatnya netral (pH-nya berkisar antara 6 sampai 7). Agar tanah-tanah yang kondisinya sangat asam kembali menjadi netral, kita dapat mengupayakannya dengan pemberian kapur.
Demikian pula tanah-tanah yang terlalu basa dapat kita netralkan kembali dengan menambahkan unsur belerang.
c. Tekstur Tanah
Tekstur adalah besar kecilnya ukuran partikel (fraksi) yang terkandung dalam massa tanah sehingga menggambarkan tingkat kekasaran butirannya.
Tekstur tanah ditentukan oleh perbandingan di antara partikel kerikil, pasir, debu, dan liat. Jenis-jenis tanah yang banyak mengandung kerikil dan pasir tentunya memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan tanah yang lebih banyak mengandung debu dan liat.
d. Struktur Tanah
Struktur tanah menggambarkan susunan atau agregasi gumpal tanah menjadi bentuk-bentuk tertentu. Kondisi struktur berhubungan dengan tingkat kegemburan atau keremahan tanah.
Anda tentu sering menemui di lingkungan sekitar tempat tinggal, jenis-jenis tanah yang kondisinya gembur sehingga sangat mudah dicangkul atau dibajak untuk ditanami.
Sebaliknya, tidak jarang kita jumpai tanah-tanah yang sifatnya padat, keras dan sangat sulit diolah. Sifat fisik tanah tersebut pada dasarnya merupakan kondisi struktur tanah.
Secara khusus seorang ahli ilmu tanah bernama A.G Kartasapoetra (1988) menjelaskan bahwa derajat struktur tanah dapat dibedakan menjadi empat, yaitu sebagai berikut.
1) Tidak beragregat (bergumpal), yaitu pejal (jika berkoherensi dan butir tunggal) atau lepas-lepas (jika tidak berkoherensi).
2) Derajat strukturnya lemah, yaitu jika tersentuh akan mudah hancur.
3) Derajat strukturnya cukup, dalam hal ini agregat atau gumpalnya sudah jelas terbentuk dan masih dapat dipecah-pecah.
4) Derajat strukturnya kokoh, dalam arti agregatnya mantap dan jika dipecahkan agak liat (terasa ada ketahanannya).
Selain berdasarkan derajat kekuatan agregatnya, struktur tanah dapat dibedakan berdasarkan bentuknya atau sering disebut tipe dan kelas struktur. Kita mengenal enam tipe kelas struktur, sebagai berikut.
1) Lempeng (platy), yaitu bentuk gumpal tanah yang menyerupai lempengan-lempengan pipih atau keping. Berdasarkan ketebalannya, tipe lempeng terdiri atas lima kelas struktur, yaitu:
a) sangat tipis, jika ketebalan lempengnya kurang dari 1 mm;
b) tipis, jika ketebalan lempengnya berkisar antara 1–2 mm;
c) sedang, jika ketebalan lempengnya berkisar antara 2–5 mm;
d) kasar, jika ketebalan lempengnya berkisar antara 5–10 mm;
e) sangat kasar, jika ketebalan lempengnya lebih dari 10 mm.
2) Tiang Prismatik, yaitu bentuk agregat yang ujung atau rusuknya bersegi. Berdasarkan ukurannya, tipe tiang prismatik dibedakan atas lima kelas struktur, yaitu:
a) sangat halus, jika ketebalannya kurang dari 10 mm;
b) halus, jika ketebalannya berkisar antara 10–20 mm;
c) sedang, jika ketebalannya berkisar antara 20–50 mm;
d) kasar, jika ketebalannya berkisar antara 50–100 mm;
e) sangat kasar, jika ketebalannya lebih dari 100 mm.
3) Tiang Kolumner, yaitu bentuk agregat yang rusuknya bersegi tetapi bagian ujungnya membulat. Berdasarkan ukurannya, tipe tiang prismatik dibedakan atas lima kelas struktur, yaitu:
a) sangat halus, jika ketebalannya kurang dari 10 mm;
b) halus, jika ketebalannya berkisar antara 10–20 mm;
c) sedang, jika ketebalannya berkisar antara 20–50 mm;
d) kasar, jika ketebalannya berkisar antara 50–100 mm;
e) sangat kasar, jika ketebalannya lebih dari 100 mm.
4) Gumpal Bersudut, yaitu bentuk agregat tanah yang rusuk- rusuknya bersegi tajam, dan gumpal membulat yaitu yang rusuknya bersegi tapi tidak terlalu tajam. Berdasarkan ukurannya, tipe gumpal bersudut dan membulat dapat dibedakan menjadi lima kelas struktur, yaitu:
a) sangat halus, jika ukurannya kurang dari 5 mm;
b) halus, jika ukurannya berkisar antara 5–10 mm;
c) sedang, jika ukurannya berkisar antara 10–20 mm;
d) kasar, jika ukurannya berkisar antara 20–50 mm;
e) sangat kasar, jika ukurannya lebih dari 50 mm.
5) Sferoid (polyeder Kersal) dan Sferoid remah, yaitu yang bentuknya remah gembur dan berporus. Berdasarkan ketebal- annya, tipe ini dibedakan atas lima kelas struktur, yakni:
a) sangat halus, jika ketebalannya kurang dari 2 mm;
b) halus, jika ketebalannya berkisar antara 1–2 mm;
c) sedang, jika ketebalannya berkisar antara 2–5 mm;
d) kasar, jika ketebalannya berkisar antara 5–10 mm;
e) sangat kasar, jika ketebalannya lebih dari 10 mm.
6) Tidak berstruktur, terdiri atas bentuk butir tunggal dan pejal (massif).
Pada umumnya struktur tanah terdapat pada horizon A dan B.
e. Kandungan Mineral dan Bahan Organik
Bahan organik merupakan unsur pembentuk dan penyubur tanah yang berasal dari sisa-sisa organisme seperti ranting dan daun- daun tanaman yang jatuh ke permukaan tanah serta jasad renik yang mati. Bahan-bahan tersebut kemudian membusuk atau melapuk dan bercampur dengan lapisan tanah bagian atas membentuk serasah atau humus yang sangat subur.
Pada saat ini dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian, para petani telah mampu membuat pupuk bahan organik buatan yang dikenal dengan nama kompos. Bahan dasar kompos biasanya terdiri atas kotoran hewan ternak (sapi, kambing, ayam dan sebagainya) yang dicampur dengan jerami dan kulit gabah padi.
Selain humus, bahan penyubur tanah lainnya adalah unsur-unsur hara, yaitu komponen mineral anorganik. Secara umum, mineral pembentuk hara dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1) Unsur hara makro, meliputi Karbon (C), Hidrogen (H), Nitrogen (N), Posfat (P), Kalium atau Potasium (K), Kapur (CaCO3), Magnesium (Mg), Belerang (S), dan Oksigen (O).
2) Unsur hara mikro, meliputi Khlor (Cl), Barium (Ba), Kuningan, Besi (Fe), Mangan (Mn), Molybden (Mo), Seng (Zn), Silisium (Si), Natrium (Na), dan Kobalt (Co).
a. Warna Tanah
Salah satu sifat fisik yang dapat kita amati dan relatif tidak terlalu sulit untuk membedakan tingkat kesuburan tanah adalah warna.
Pada umumnya, tanah-tanah yang berwarna gelap (cokelat kehitam-hitaman) memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang berwarna terang atau pucat.
Secara umum, perbedaan warna tanah sangat dipengaruhi oleh empat bahan penting yang terkandung dalam partikel tanah, yaitu sebagai berikut.
1) Persenyawaan besi (Fe) dalam tanah mengakibatkan warna tanah bervariasi, antara lain merah, merah kecokelatan, merah kekuning-kuningan, kuning, bahkan sampai kelabu.
2) Kuarsa dan feldspar mengakibatkan warna tanah menjadi terang atau pucat. Selain kandungan mineral tersebut, faktor lain yang mengakibatkan warna tanah menjadi pucat adalah adanya proses pencucian di daerah horizon A oleh air hujan yang kemudian diendapkan di horizon B.
3) Persenyawaan mangan (Mn) mengakibatkan adanya bercak- bercak pada tubuh tanah terutama pada lapisan B.
4) Bahan-bahan organik menyebabkan warna tanah menjadi gelap.
b. Keasaman Tanah
Faktor kedua yang berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah adalah derajat keasaman atau pH tanah. Tinggi-rendahnya keasaman tanah sangat bergantung pada kepekatan ion Hidrogen (H+) dan Hidroksil (OH-).
Tanah yang perbandingan ion hidrogennya lebih banyak dibandingkan ion hidroksil dikatakan bersifat asam. Sebaliknya, jika ion hidroksilnya lebih tinggi dibandingkan dengan ion hidrogen, tanah bersifat basa atau alkalis.
Untuk menentukan kepekatan ion hidrogen ini umumnya digunakan parameter pH yang nilainya berkisar antara 0 sampai 14. Jika nilai pH tanah kurang dari 7, tanah bersifat asam, sedangkan jika lebih dari 7, bersifat basa. Tabel 3.3 merupakan ukuran baku untuk menentukan pH tanah.
Daftar Derajat Keasaman Tanah:
pH 4,0 - 4,4 = Kondisi Tanah Asam sangat kuat
pH 4,5 - 5,4 = Kondisi Tanah Asam kuat
pH 5,5 - 6,4 = Kondisi Tanah Asam sedang
pH 6,5 - 6,6 = Kondisi Tanah Agak asam
pH 6,7 - 7,0 = Kondisi Tanah Netral
pH 7,1 - 7,9 = Kondisi Tanah Agak basa
pH 8,0 - 8,9 = Kondisi Tanah Basa
pH 9 lebih = Kondisi Tanah Sangat basa
(Sumber: http://www.dlwc.nsw.gov)
pH tanah dapat diketahui dengan menambahkan larutan kimia disebut indikator yang dimasukkan ke dalam sampel tanah. Indikator tersebut akan berubah warna, menunjukkan pH tanah
yang diuji.
Tanah yang paling baik untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian adalah yang sifatnya netral (pH-nya berkisar antara 6 sampai 7). Agar tanah-tanah yang kondisinya sangat asam kembali menjadi netral, kita dapat mengupayakannya dengan pemberian kapur.
Demikian pula tanah-tanah yang terlalu basa dapat kita netralkan kembali dengan menambahkan unsur belerang.
c. Tekstur Tanah
Tekstur adalah besar kecilnya ukuran partikel (fraksi) yang terkandung dalam massa tanah sehingga menggambarkan tingkat kekasaran butirannya.
Tekstur tanah ditentukan oleh perbandingan di antara partikel kerikil, pasir, debu, dan liat. Jenis-jenis tanah yang banyak mengandung kerikil dan pasir tentunya memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan tanah yang lebih banyak mengandung debu dan liat.
d. Struktur Tanah
Struktur tanah menggambarkan susunan atau agregasi gumpal tanah menjadi bentuk-bentuk tertentu. Kondisi struktur berhubungan dengan tingkat kegemburan atau keremahan tanah.
Anda tentu sering menemui di lingkungan sekitar tempat tinggal, jenis-jenis tanah yang kondisinya gembur sehingga sangat mudah dicangkul atau dibajak untuk ditanami.
Sebaliknya, tidak jarang kita jumpai tanah-tanah yang sifatnya padat, keras dan sangat sulit diolah. Sifat fisik tanah tersebut pada dasarnya merupakan kondisi struktur tanah.
Secara khusus seorang ahli ilmu tanah bernama A.G Kartasapoetra (1988) menjelaskan bahwa derajat struktur tanah dapat dibedakan menjadi empat, yaitu sebagai berikut.
1) Tidak beragregat (bergumpal), yaitu pejal (jika berkoherensi dan butir tunggal) atau lepas-lepas (jika tidak berkoherensi).
2) Derajat strukturnya lemah, yaitu jika tersentuh akan mudah hancur.
3) Derajat strukturnya cukup, dalam hal ini agregat atau gumpalnya sudah jelas terbentuk dan masih dapat dipecah-pecah.
4) Derajat strukturnya kokoh, dalam arti agregatnya mantap dan jika dipecahkan agak liat (terasa ada ketahanannya).
Selain berdasarkan derajat kekuatan agregatnya, struktur tanah dapat dibedakan berdasarkan bentuknya atau sering disebut tipe dan kelas struktur. Kita mengenal enam tipe kelas struktur, sebagai berikut.
1) Lempeng (platy), yaitu bentuk gumpal tanah yang menyerupai lempengan-lempengan pipih atau keping. Berdasarkan ketebalannya, tipe lempeng terdiri atas lima kelas struktur, yaitu:
a) sangat tipis, jika ketebalan lempengnya kurang dari 1 mm;
b) tipis, jika ketebalan lempengnya berkisar antara 1–2 mm;
c) sedang, jika ketebalan lempengnya berkisar antara 2–5 mm;
d) kasar, jika ketebalan lempengnya berkisar antara 5–10 mm;
e) sangat kasar, jika ketebalan lempengnya lebih dari 10 mm.
2) Tiang Prismatik, yaitu bentuk agregat yang ujung atau rusuknya bersegi. Berdasarkan ukurannya, tipe tiang prismatik dibedakan atas lima kelas struktur, yaitu:
a) sangat halus, jika ketebalannya kurang dari 10 mm;
b) halus, jika ketebalannya berkisar antara 10–20 mm;
c) sedang, jika ketebalannya berkisar antara 20–50 mm;
d) kasar, jika ketebalannya berkisar antara 50–100 mm;
e) sangat kasar, jika ketebalannya lebih dari 100 mm.
3) Tiang Kolumner, yaitu bentuk agregat yang rusuknya bersegi tetapi bagian ujungnya membulat. Berdasarkan ukurannya, tipe tiang prismatik dibedakan atas lima kelas struktur, yaitu:
a) sangat halus, jika ketebalannya kurang dari 10 mm;
b) halus, jika ketebalannya berkisar antara 10–20 mm;
c) sedang, jika ketebalannya berkisar antara 20–50 mm;
d) kasar, jika ketebalannya berkisar antara 50–100 mm;
e) sangat kasar, jika ketebalannya lebih dari 100 mm.
4) Gumpal Bersudut, yaitu bentuk agregat tanah yang rusuk- rusuknya bersegi tajam, dan gumpal membulat yaitu yang rusuknya bersegi tapi tidak terlalu tajam. Berdasarkan ukurannya, tipe gumpal bersudut dan membulat dapat dibedakan menjadi lima kelas struktur, yaitu:
a) sangat halus, jika ukurannya kurang dari 5 mm;
b) halus, jika ukurannya berkisar antara 5–10 mm;
c) sedang, jika ukurannya berkisar antara 10–20 mm;
d) kasar, jika ukurannya berkisar antara 20–50 mm;
e) sangat kasar, jika ukurannya lebih dari 50 mm.
5) Sferoid (polyeder Kersal) dan Sferoid remah, yaitu yang bentuknya remah gembur dan berporus. Berdasarkan ketebal- annya, tipe ini dibedakan atas lima kelas struktur, yakni:
a) sangat halus, jika ketebalannya kurang dari 2 mm;
b) halus, jika ketebalannya berkisar antara 1–2 mm;
c) sedang, jika ketebalannya berkisar antara 2–5 mm;
d) kasar, jika ketebalannya berkisar antara 5–10 mm;
e) sangat kasar, jika ketebalannya lebih dari 10 mm.
6) Tidak berstruktur, terdiri atas bentuk butir tunggal dan pejal (massif).
Pada umumnya struktur tanah terdapat pada horizon A dan B.
e. Kandungan Mineral dan Bahan Organik
Bahan organik merupakan unsur pembentuk dan penyubur tanah yang berasal dari sisa-sisa organisme seperti ranting dan daun- daun tanaman yang jatuh ke permukaan tanah serta jasad renik yang mati. Bahan-bahan tersebut kemudian membusuk atau melapuk dan bercampur dengan lapisan tanah bagian atas membentuk serasah atau humus yang sangat subur.
Pada saat ini dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian, para petani telah mampu membuat pupuk bahan organik buatan yang dikenal dengan nama kompos. Bahan dasar kompos biasanya terdiri atas kotoran hewan ternak (sapi, kambing, ayam dan sebagainya) yang dicampur dengan jerami dan kulit gabah padi.
Selain humus, bahan penyubur tanah lainnya adalah unsur-unsur hara, yaitu komponen mineral anorganik. Secara umum, mineral pembentuk hara dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1) Unsur hara makro, meliputi Karbon (C), Hidrogen (H), Nitrogen (N), Posfat (P), Kalium atau Potasium (K), Kapur (CaCO3), Magnesium (Mg), Belerang (S), dan Oksigen (O).
2) Unsur hara mikro, meliputi Khlor (Cl), Barium (Ba), Kuningan, Besi (Fe), Mangan (Mn), Molybden (Mo), Seng (Zn), Silisium (Si), Natrium (Na), dan Kobalt (Co).