File Modul/Soal/Ebook App [KLIKDISINI]

Tenaga Endogen dan Eksogen Pembentuk Litosfer Bagian 2 Vulkanisme

Tenaga Endogen dan Eksogen Pembentuk Litosfer Bagian 2 Vulkanisme - Secara umum, proses endogen dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tektonisme, vulkanisme, dan gempa. Sebenarnya ketiga tenaga tersebut merupakan rangkaian proses alamiah yang saling berhubungan satu sama lain, yang dapat dijelaskan oleh salah satu teori dinamika Bumi yang dikenal dengan Teori Tektonik Lempeng (Plate Tectonic Theory).

Vulkanisme


Proses endogenik kedua yang dapat mengubah morfologi atau raut muka Bumi adalah gejala vulkanisme. Vulkanisme terjadi akibat adanya aktivitas magma di dalam litosfer, sampai keluar permukaan Bumi. Magma adalah bahan silikat cair pijar, terdiri atas bahan-bahan padat (batuan dan logam), cairan, dan gas, antara lain uap air (H2O), oksida belerang (SO2), asam khlorida (HCl), dan asam sulfat (H2SO4). Rata-rata suhu magma berkisar antara 900°C–1.200°C.
Berdasarkan kandungan silikanya, dikenal magma asam (granitis), intermediet (andesitis), dan basa (basaltis).

a) Erupsi Gunung api

Tenaga Endogen dan Eksogen

Jika tekanan dari berbagai macam gas yang dikandung magma di dalam litosfer sudah sangat kuat, akan keluar ke permukaan Bumi.

Media ke luarnya dapat melalui retakan-retakan pada tubuh gunungapi, cerobong gunungapi (diatrema) ataupun dengan mendesak tubuh gunungapi sehingga sebagian badan gunungapi tersebut hancur.

Proses keluarnya magma dinamakan erupsi atau letusan gunungapi. Magma yang keluar melalui letusan dinamakan lava. Selain lava, material gunungapi yang dimuntahkan saat erupsi berupa eflata atau bahan piroklastik.

Bahan piroklastik merupakan material- material lepas dengan berbagai ukuran, mulai dari bom (bongkah batuan besar), lapilli, kerikil, pasir vulkanis, sampai ukuran yang sangat halus yaitu debu vulkanis. Istilah lain yang juga berhubungan dengan material gunungapi adalah lahar.

Secara umum, lahar dapat diartikan sebagai campuran lava atau eflata dengan material muka bumi berupa tanah, batuan, pasir, dan air sehingga membentuk lumpur. Berdasarkan kondisi suhunya, kita mengenal lahar panas dan dingin.

Gejala alam yang menjadi indikasi gunungapi akan meletus antara lain:

(1) suhu di sekitar kawah mengalami peningkatan dari rata-rata suhu normal;
(2) sumber air yang terletak di sekitar wilayah tersebut banyak yang tiba-tiba kering;
(3) banyak pohon-pohon yang tumbuh di sekitar areal gunung mengering dan mati;
(4) sering terjadi getaran-getaran gempa, baik yang skalanya kecil maupun besar yang kadang-kadang disertai suara gemuruh;
(5) binatang-binatang liar yang hidup di sekitar gunungapi banyak yang mengungsi ke wilayah lain.

Untuk menghindari bencana dan kerugian yang mungkin timbul akibat erupsi gunungapi, pemerintah membangun pos-pos pengamatan gunungapi dibawah naungan Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Tugas pos pengamatan adalah mengamati dan mencatat aktivitas gunungapi dan melaporkannya. Berdasarkan pengamatan dan laporan tersebut, lalu ditentukan status gunungapi itu untuk memberikan peringatan kepada masyarakat akan bahaya letusan gunungapi.

Berdasarkan sifat dan kekuatannya, erupsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut.

(1) Efusif yaitu proses erupsi berupa lelehan lava melalui retakan- retakan yang terdapat pada tubuh gunungapi. Efusif biasanya terjadi jika magma yang terkandung dalam gunungapi sifatnya encer serta kandungan gasnya relatif sedikit.

(2) Eksplosif yaitu erupsi gunungapi berupa ledakan yang memuntahkan bahan-bahan piroklastik di samping lelehan lava. Eksplosif dapat terjadi jika magma yang terdapat dalam tubuh gunungapi sifatnya kental dengan kandungan gas yang tinggi sehingga tekanannya sangat kuat.

Erupsi juga dapat dibedakan berdasarkan bentuk lubang kepundan tempat keluarnya magma dari tubuh gunungapi. Berdasarkan hal ini kita mengenal tiga jenis erupsi, yaitu sebagai berikut.

(1) Erupsi Linear yaitu peristiwa letusan gunungapi, ketika magma yang dikandungnya keluar melalui retakan yang memanjang seperti sebuah garis. Fenomena alam yang tampak di muka Bumi akibat erupsi linear adalah deretan gunungapi yang memanjang, seperti terdapat di Laki Spleet (Islandia) dengan panjang rekahan mencapai 30 kilometer.

(2) Erupsi Areal yaitu jenis erupsi ketika dapur magma letaknya sangat dekat dengan permukaan bumi sehingga mampu mem- bakar dan melelehkan lapisan batuan di sekitarnya sampai membentuk lubang yang sangat besar. Lava yang keluar melalui lubang kepundan yang sangat besar ini kemudian mengalir ke wilayah yang sangat luas di sekitarnya. Contohnya antara lain wilayah antara Argentina sampai Paraguay di Amerika Selatan.

(3) Erupsi Sentral yaitu jenis erupsi ketika material gunungapi keluar melalui sebuah lubang atau pusat erupsi sehingga membentuk kerucut gunungapi yang berdiri sendiri (single volcano). Erupsi sentral merupakan tipe letusan yang paling banyak dijumpai di muka bumi. Hampir semua gunungapi yang ada di Indonesia merupakan hasil erupsi sentral.

Letusan gunungapi berupa eksplosif dapat mengakibatkan terbentuknya kawah (lubang kepundan) di ujung pipa gunungapi (diatrema) sebagai sisa tempat keluarnya material yang dimuntahkan saat erupsi.

Ukuran lubang kepundan ini sangat bervariasi. Ada yang hanya beberapa meter saja, namun ada pula yang diameternya sangat luas dengan dinding kawah yang curam. Kawah yang ukurannya sangat luas ini dinamakan kaldera.

Nama Kaldera adalah sebuah sebutan atau nama untuk kawah yang sangat lebar dan cukup datar. Kaldera ini berasal dari bahasa Spanyol yang berarti kawah. Nama tersebut kali pertama dipergunakan untuk suatu lubang yang sangat lebar di kepulauan Kanari yang bergaris tengah kira-kira 5 km dan dikelilingi oleh karang-karang yang menjulang setinggi 900 meter.

Kaldera terjadi dari letusan dan jatuhnya suatu kepundan gunungapi lama, dan menyebabkan kawah menjadi lebih lebar dan lebih dangkal. Sumber: Ilmu Pengetahuan Populer, 2000

Menurut seorang ahli ilmu kebumian Arthur L. Bloom, panjang diameter suatu kaldera minimal 1,6 kilometer. Beberapa contoh gunung api di Indonesia yang memiliki kaldera antara lain sebagai berikut.

(1) Gunung Krakatau (Selat Sunda) dengan diameter kaldera sekitar 7 km.
(2) Gunung Batur (Bali) dengan diameter kaldera sekitar 10 km.
(3) Gunung Ijen (Jawa Timur) dengan diameter kaldera sekitar 11 km.
(4) Gunung Tambora (Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara) dengan diameter kaldera sekitar 6 km.


b) Tipe Gunung api

Fenomena gunungapi yang ada di muka Bumi memiliki bentuk yang berbeda-beda. Hal ini sangat bergantung dari tipe, kekuatan, dan frekuensi letusannya. Secara umum, kita mengenal tiga bentuk gunungapi, yaitu tipe Perisai (Tameng), Maar, dan Strato.

(1) Gunung api Tipe Perisai

Gunungapi perisai terbentuk jika lava yang keluar dari tubuh gunungapi berasal dari magma yang sangat encer, sehingga erupsi hanya merupakan lelehan lava pijar ke wilayah di sekelilingnya. Oleh karena sifat magma yang dikandungnya sangat encer, aliran lava dapat menempuh jarak yang cukup jauh dan menyebar menutupi wilayah yang luas. Aliran lava ini pada akhirnya membeku menjadi batuan beku ekstrusif. Gunungapi perisai ditandai dengan dinding lereng yang sangat landai, bahkan dapat menyerupai dataran. Contoh tipe ini antara lain pulau-pulau vulkanis yang terletak di Kepulauan Hawaii (Samudra Pasifik), seperti Mauna Loa, Mauna Kea, dan Kilauea.

(2) Gunung api Maar

Bentuk gunungapi maar terjadi akibat letusan eksplosif yang hanya terjadi satu kali dengan materi yang dimuntahkan berupa eflata. Oleh karena dapur magmanya relatif dangkal serta kandungan gas dalam magma tidak terlalu banyak, letusan gunungapi maar tidak begitu kuat. Akibatnya hanya membentuk dinding gunung berupa tanggul di sekitar lubang kawah.
Contoh gunungapi maar antara lain Gunung Lamongan (Jawa Timur), Gunung Pinacate (Sonora, Mexico), dan Gunung Monte Nuovo (Naples, Italia).

(3) Gunung api Strato
Gunungapi strato terbentuk akibat erupsi yang berganti- ganti antara efusif dan eksplosif, sehingga memperlihatkan batuan beku yang berlapis-lapis pada dinding kawahnya. Batuan yang berlapis ini berasal dari pembekuan lava dan eflata yang silih berganti. Hampir semua gunun gapi di Indonesia merupakan tipe strato. Beberapa contohnya antara lain Gunung Merapi, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Krakatau, Gunung Semeru, dan Gunung Tambora.


c)   Gejala Pasca Vulkanik

Ada kalanya gunungapi berada pada fase istirahat dan tidak memperlihatkan tanda-tanda keaktifannya. Fase ini dinamakan pascavulkanik (Postvulcanic). Tanda-tanda alamiah yang dapat diamati sebagai indikasi gejala pasca vulkanik antara lain sebagai berikut.

(1) Banyak ditemukan sumber air panas seperti terdapat sumber air Cimelati (Jawa Barat), Pablengan (Jawa Tengah), dan Toleho (Ambon).

(2) Geyser, yaitu semburan air panas yang menyembur secara berkala dari celah-celah atau retakan lapisan batuan. Contoh geyser terdapat di Cisolok (Jawa Barat), dan di Taman Nasional Yellow Stone Park (Amerika Serikat).

(3) Dijumpai banyak terdapat mata air makdani, yaitu mata air ber- kadar mineral tinggi terutama unsur mineral belerang, misalnya mata air Maribaya (Jawa Barat), Ciater (Jawa Barat), dan Batu Raden (Jawa Tengah).

(4) Adanya bahan-bahan ekshalasi (gas gunungapi). Yang termasuk bahan ekshalasi antara lain Fumarol (gas uap air dan zat lemas), Solfatar (gas asam belerang), dan Mofet (gas karbon dioksida).



d) Aktivitas Vulkanisme di Indonesia dan Pengaruhnya bagi Kehidupan

Kepulauan Indonesia merupakan wilayah pertemuan beberapa lempeng litosfer, yaitu lempeng Eurasia di utara, Indo-Australia (Hindia) di selatan, Caroline (bagian dari Pasifik) dan Filipina di bagian Timur. Kondisi ini membawa pengaruh terhadap wilayah Indonesia yang merupakan wilayah paling aktif di muka Bumi. Dalam catatan sejarahnya, Indonesia memiliki 76 gunung api yang pernah meletus.

Gunung api ini sedikitnya telah meletus 1.171 dan menempatkan Indonesia sebagai wilayah kedua setelah negara Jepang yang rawan gempa. Gunung-gunung yang pernah menimbulkan erupsi fatal di antaranya adalah Gunung Galunggung (1982), Gunung Makian (1988), Gunung Kelud (1990), dan Gunung
LokoEmpung (1991).

Menurut catatan Volcanological Survey of Indonesia, gunung- api yang tergolong berbahaya di Indonesia, adalah Gunung Agung Bali, Gunung Colo-Sulawesi, Gunung Dieng–Jawa, Gunung Galunggung–Jawa Barat, Gunung Gamalama–Halmahera, Gunung Kelud–Jawa, dan Gunung Gunung Krakatau–Selat Sunda.

 Beberapa contoh gunung api yang ada di Indonesia antara lain sebagai berikut.

(1) Gunung Krakatau di Selat Sunda merupakan gunungapi dasar laut. Gunung ini pernah meletus tahun 1883, mengeluarkan lava dan bahan-bahan piroklastik serta membentuk kaldera dengan diameter sekitar 7 km. Dinding kaldera ini tampak di permukaan laut menjadi 3 buah pulau, yaitu Pulau Rakata, Pulau Tunggal, dan Pulau Panjang. Letusan Krakatau juga mengakibatkan tsunami.

(2) Gunung Merapi di Jawa Tengah merupakan tipe gunungapi yang meletus secara periodik.


(3) Gunung Tangkubanparahu di Jawa Barat mempunyai beberapa kawah sisa letusan seperti Kawah Ratu, Kawah Upas, Kawah Domas, dan Kawah Pangguyangan Badak.
(4) Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat merupakan jenis gunung kembar.

(5) Gunung Kelud di Jawa Timur merupakan contoh gunungapi yang memiliki danau kawah (danau vulkanis).

(6) Gunung Semeru di Jawa Timur merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa.

(7) Gunung Bromo di Jawa Timur terkenal dengan lautan pasir di areal kalderanya.

(8) Pegunungan Jaya Wijaya di Papua merupakan satu-satunya pegunungan di Indonesia yang sebagian puncaknya tertutup es dan salju.

(9) Gunung Tambora di Pulau Sumbawa (Nusa Tenggara Barat) pernah meletus tahun 1815. Erupsi Tambora ini menelan korban jiwa 12.000 orang dan 44.000 orang menderita kelaparan.

Gejala vulkanisme tentunya berdampak terhadap kondisi alam dan kehidupan manusia di sekitarnya. Pengaruh aktivitas gunungapi ini sifatnya dapat merugikan dan menguntungkan. Kerugian yang dapat timbul akibat kegiatan gunungapi antara lain sebagai berikut.

(1) Erupsi sebuah gunungapi yang mengeluarkan lava dan eflata dengan suhu tinggi dapat membakar wilayah yang dilaluinya, sehingga mengakibatkan hancurnya daerah permukiman dan fasilitas sosial masyarakat, lahan pertanian, kerusakan hutan, bahkan merenggut jiwa penduduk.

(2) Embusan awan panas dan abu vulkanik ke atmosfer meng- akibatkan polusi udara.

(3) Aliran lahar yang membendung daerah aliran sungai dapat mengakibatkan banjir bandang dengan kandungan lumpur tinggi saat hujan turun dengan intensitas relatif tinggi.

(4) Bahan-bahan ekshalasi berupa gas beracun dapat membunuh hewan dan manusia yang tinggal di sekitar gunungapi.

Misalnya, terjadi pada masyarakat yang tinggal di sekitar Pegunungan Dieng pada 1979. Akibat Kawah Si Nila dan Si Timbang yang mengeluarkan gas Karbon monoksida (CO) dan Asam sulfida (H2S).

Di samping kerugian, banyak keuntungan yang dapat diambil dari adanya gejala vulkanisme. Keuntungan ini biasanya bersifat jangka panjang. Contoh dampak positif dari adanya gejala vulkanisme antara lain sebagai berikut.

(1) Material gunungapi yang dikeluarkan saat erupsi sangat kaya akan mineral-mineral penyubur tanah. Setelah mengalami proses pelapukan secara sempurna, bahan-bahan tersebut berubah menjadi tanah vulkanis yang subur. Jenis tanah ini banyak di- manfaatkan oleh penduduk setempat menjadi areal pertanian atau perkebunan.

(2) Pembekuan magma menjadi batuan beku intrusif dan ekstrusif sangat bermanfaat bagi manusia sebagai salah satu barang tambang untuk kebutuhan bahan bangunan.

(3) Dalam jumlah yang banyak, endapan belerang di sekitar kawah gunungapi dapat ditambang sebagai bahan baku industri pupuk, obat-obatan, dan mesiu.

(4) Uap yang dikeluarkan dari gejala panas bumi (geothermal) akibat aktivitas magmatik sering kali dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga panas Bumi. Contohnya PLTP Kamojang di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

(5) Pada umumnya hampir semua mineral-mineral logam seperti emas, perak, tembaga, dan timah putih sebenarnya berasal dari aktivitas vulkanisme (magma).

(6) Hawa sejuk dan panorama pegunungan yang indah merupakan salah satu daya tarik sektor pariwisata, sehingga banyak penduduk yang datang berekreasi ke kawasan pegunungan.